Enigma Kehidupan Manusia
Mengenal segala potensi eksistensi alam penciptaan merupakan sebuah pekerjaan yang mudah dan gampang serta tidak membutuhkan pengkajian atau obeservasi serta perenungan yang terlalu banyak, karena seluruh eksistensi telah bergerak berdasarkan mekanisme takwiniyyah dan setelah melintasi tahapan-tahapan tertentu akan sampai pada kesempurnaan bentuknya sendiri. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan pengenalan potensi-potensi manusia dan lintasan kesempurnaannya, yaitu tidaklah gampang bagi manusia untuk bisa mengenal potensi-potensi yang dimilikinya dan berusaha untuk mengaktualkannya.
Oleh karena itu, untuk mengenal bentuk kesempurnaan manusia membutuhkan pengkajian dan observasi, dengan kata lain potensi-potensi manusia tersebut tidak akan bisa dikenali hanya dengan melalui pengkajian secara inderawi dan empirik. Untuk menganalisa lintasan kesempurnaan manusia, di sini kita akan menggunakan dua metode. Pertama adalah dengan metode akal dan argumentasi, sedangkan yang kedua adalah dengan metode wahyu. Selama akal masih terbuka ke arah tersebut, maka kita akan melintasi perjalanan ini dari dimensi akal, akan tetapi kita mengetahui bahwa metode terpercaya dan tanpa terdapat keraguan di dalamnya adalah dengan melalui wahyu dimana hal tersebut telah kami siratkan dalam pembahasan terdahulu dalam artikel bertajuk “Mengkaji Filsafat Penciptaan menurut al-Qur’an.”
Untuk pengkajian dan analisa tema ini dengan metode akal dan argumentasi, terdapat beberapa persoalan yang harus diutarakan, sebagai berikut:
1. Apakah dalam zat dan kedalaman diri manusia terdapat kecenderungan untuk menyempurna? Apakah manusia -sebagaimana maujud-maujud lain dari alam penciptaan- juga melakukan perjalanannya ke arah kesempurnaan? Dan tema ini harus dianalisa dari pandangan psikologi.
2. Apa yang diletakkan oleh para filosof dan pemikir dalam kesempurnaan manusia dan dengan pendapat mereka ini, keyakinan-keyakinan apa yang akan memasukinya? Manakah yang bisa diterima dan manakah yang bisa diingkari?
3. Apakah dimensi-dimensi dari kesempurnaan bisa dijelaskan? Pada prinsipnya pengenalan apa yang bisa diperoleh dari kesempurnaan dan potensi-potensi apa yang bisa diperoleh di dalam internal manusia?
4. Lintasan dan jalan manakah yang harus dilewati supaya bisa memperoleh kesempurnaan akhir?
5. Apa sajakah faktor-faktor penghambat lintasan kesempurnaan? Dan persoalan-persoalan apakah yang bisa menghalangi manusia dari perjalanannya menuju kesempurnaan akhir?
Sebagaimana yang telah kami katakan sebelumnya, pengangkatan para nabi juga merupakan argumen dan dalil lain bagi tema ini dimana tujuan penciptaan manusia adalah melakukan perjalanan ke arah kesempurnaan, karena Tuhan dengan pengangkatan para Nabi dan rasul berkehendak supaya para manusia mengarahkan dirinya ke kesempurnaan mereka yang hakiki.
Pengangkatan para nabi merupakan dalil dan argumentasi paling kuat dan pasti atas tema ini dimana manusia harus melintasi lintasan hidayah dan mengantarkan dirinya pada tahapan tinggi kesempurnaan. Sebagaimana Allah Swt dalam salah satu ayat-Nya berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu.“ (Qs. Nahl [16]: 36)
Kecenderungan kepada Kesempurnaan dalam Diri Manusia
Benar apabila dikatakan bahwa tabiat manusia adalah sangat rumit dan untuk mengenalnya secara detail pun merupakan sebuah persoalan yang sangat sulit, namun untuk menjangkau sebagian dari prinsip-prinsip pembuktiannya tidaklah sebegitu sulit, dengan syarat kita melepaskan diri dari peran kita dan kita tidak bermain dengan kata-kata serta tidak berada di bawah pengaruh keberhalaan benak kita.
Salah satu dari prinsip pembuktian tabiat manusia adalah mencari kesempurnaan yang akarnya terdapat dalam diri manusia. Manusia secara dzat cenderung untuk melangkah ke arah kesempurnaan. Oleh karena itu, sejak masa kanak-kanak hingga tua senantiasa berada dalam usaha dan upayanya untuk menuju pada kondisi-kondisi yang lebih tinggi dari kondisi yang tengah dijalaninya.
Seorang pelajar yang belajar di kelas satu SD akan berusaha untuk menuju ke kelas yang lebih tinggi dan ketika dia telah menyelesaikan kelas yang lebih tinggi, sekali lagi dia akan berusaha untuk menapaki kelas yang di atasnya lagi, demikian hingga dia menyelesaikan pendidikan tingkat dasarnya lalu beranjak ke SMP. Setelah menyelesaikan tingkat menengah inipun dia belum puas juga dan berusaha untuk menjalani tingkatan-tingkatan selanjutnya.
Pedagang-pedagang kecil yang berada di pinggir-pinggir jalan akan berada dalam gerak usahanya untuk membangun sebuah toko dan dia ingin menjalani kehidupannya dengan perluasan langkahnya yang ke arah yang lebih besar tersebut.
Seorang penulis pun senantiasa berusaha untuk menghasilkan karya-karyanya yang lebih berbobot dengan melakukan berbagai pengkajian dan penelitian. Demikian pula dengan yang dilakukan oleh seorang pelukis yang senantiasa melakukan eksperimen-eksperimen baru supaya mampu menghasilkan karya-karya besar.
Secara umum setiap manusia yang mempunyai keahlian, pekerjaan dan ketrampilan senantiasa akan berusaha supaya dia bisa menempatkan dirinya pada tingkatan dan kedudukan yang lebih tinggi. Di sini kita harus memperhatikan beberapa poin berikut:
1. Kesempurnaan yang dipilih oleh manusia tidaklah setara dan sama, melainkan bergantung pada kondisi ruhani, cara berpkir, kondisi lingkungan dan faktor-faktor lainnya.
Bisa jadi, untuk seseorang, menimba ilmu merupakan sebuah kesempurnaan, sementara untuk selain dia kesempurnaan terletak pada kekayaan, sementara untuk seniman kesempurnaan terletak pada penciptaan karya-karya baru, sementara seorang penulis baru akan menemukan kesempurnaan dengan tulisan-tulisannya yang hidup dan berbobot, sedangkan pada yang lainnya mungkin terletak pada pelayanan pada masyarakat, penghambaan atau ibadah, dan lain-lain.
Oleh karena itu, tidak bisa dikatakan bahwa setiap individu yang berada dalam lingkupan kerjanya dan senantiasa berusaha untuk melompat ke arah yang lebih tinggi, sama sekali tidak melakukan perjalanannya ke arah kesempurnaan. Melainkan, seorang cendekiawan mempunyai kecenderungan pula untuk mendapatkan kesempurnaan, karena sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya mungkin saja pilihan kesempurnaannya tersebut bergantung pada berpuluh-puluh faktor baik secara personal maupun sosial.
2. Bisa jadi terdapat faktor-faktor dalam kehidupan yang menghalangi manusia dalam perjalanannya menuju kesempurnaan. Pukulan mental, peristiwa-peristiwa tak terduga, musibah-musibah yang tak dikehendaki dan sebagainya telah menjadi penyebab sehingga seorang individu tidak mampu melanjutkan perjalanannya menuju kesempurnaan.
Misalnya seseorang memiliki tujuan menimba ilmu dan berusaha untuk sampai pada tingkatan keilmuan yang tinggi, mungkin saja pada pertengahan jalan dia harus menghadapi berbagai kesulitan yang hal ini menyebabkannya tidak bisa mengantarkannya pada tujuan yang diinginkannya. Motivasi asasi kebanyakan dari perubahan lintasan-lintasan perjalanan dan tujuan-tujuan tersembunyi pada poin ini.
Terdapat pertanyaan-pertanyaan penting seputar hal ini, dan pertanyaan tersebut antara lain adalah, apakah kecenderungan untuk menyempurna tak lain adalah hasrat, tamak, keserakahan dan membuat perbandingan-perbandingan dengan selainnya? Yaitu apabila manusia tidak puas dengan kondisi keberadaan dirinya maka dia akan senantiasa berusaha untuk mendapatkan kondisi yang lebih baik, apakah hal ini bukan dikarenakan motivasi tamak dan bersaing dengan selainnya?
Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan:
Pertama, pada kebanyakan harapan-harapan dan cita-asa yang dipilih oleh manusia sebagai sebuah kesempurnaan, sama sekali tidak akan ada pengaruh dari motivasi-motivasi negatif, misalnya seorang ilmuwan yang meletakkan ilmu sebagai sebuah kesempurnaan dan untuk mencapai tujuannya ini dia rela mengorbankan dirinya dari kehidupannya yang wajar dan dia juga harus siap sedia dalam menghadapi berbagai hambatan, dengan kata lain banyak dari prinsip-prinsip tabiat yang dia kesampingkan, bagaimana bisa dikatakan bahwa dia menanggung segala kesulitan dan kesusahan ini hanya karena ketamakan dan persaingannya saja, sehingga misalnya ketika kelak telah menjadi rang yang terkenal dia akan bisa jual mahal.
Kedua, tamak dan membanding-bandingkan dengan yang lain merupakan efek-efek psikologi yang negatif dimana tidak ada sebuah kesempurnaan pun yang bisa dijelaskan dengannya, misalnya seseorang yang meletakkan tujuannya pada pelayanan kepada sesama manusia dan dia bersedia menanggung segala kesulitan dan kesengsaraan untuk hal ini, maka tidak mungkin bisa dikatakan bahwa hanya karena motivasi-motivasi negatif tersebut sehingga dia melakukan pelayanan kepada selainnya.
Ketiga, jika sebagian dari harapan-harapan individu bisa dijelaskan dengan persaingan dan membanding-bandingkan dengan selainnya, maka tidak ada masalah jika kita mengatakan bahwa sebagian dari individu memang meletakka persaingan sebagai sebuah kesempurnaan yang sesuai.
Sekarang, kita akan melakukan analisis secara lebih detail mengenai pencarian kesempurnaan menurut pendapat dan teori dari sebagian psikolog,
a. Pencarian Kesempurnaan Menurut Yung
Yung adalah salah satu dari psikolog analisis yang menganalisa kepribadian seseorang.
Berlawanan dengan pendapat Freud sehubungan dengan tabiat manusia, Yung lebih berpandangan positif dan berkeyainan bahwa manusia akan senantiasa menapaki jalan kesempurnaannya dalam sepanjang masa dengan segala kehirukpikukan kehidupan yang dihadapinya. Dia berkeyakinan bahwa gerak ke arah kesempurnaan telah dimulai sejak bergabungnya nutfah dan dengan berlalunya zaman nutfah ini akan mengalami perkembangan dan akan terlepas dari dimensi-dimensi kehewanan manusia dan pergerakannya akan bertambah pada dimensi-dimensi keinsanannya. Dan untuk sampai pada kesempurnaan, dia pun senantiasa berada dalam usaha dan aktifitasnya. Yung mengetahui bahwa kesempurnaan manusia akan diperoleh ketika kepribadiannya tekah berkembang dan potensi-potensi dzatinya telah teraktual. Akan tetapi apakah persoalan ini bisa diterima? Apakah tidak ada hambatan-hambatan yang menghalangi perjalanan manusia untuk sampai pada kesempurnaan? Jika terdapat hambatan, lalu apakah hambatan-hambatan tersebut? Menurut Yung, hambatan-hambatan yang mampu menjadi penghalang bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan antara lain adalah:
1. Kesulitan-kesulitan
Setiap individu dalam kehidupannya mungkin saja memiliki perasaan atau kasih sayang tak terpuaskan yang secara tak sadar hal ini akan menghepaskannya dan akan mengakibatkan kesulitan. Kesulitan-kesulitan ini akan menyebabkan kekacauan keseimbangan kepribadian manusia yang memiliki lintasan menuju kesempurnaan.
2. Persona
Yang maksudnya adalah topeng atau wajah buatan yang dikenakan oleh manusia dalam perkumpulan dan dalam interaksinya dengan masyarakat. Topeng ini kadangkala bersifat ikhtiyari (bebas) yang dikenakan oleh seseorang untuk menghindarkan penampakan dirinya dan kadangkala pula bersifat ijbar (terpaksa dikenakan) yang dibebankan oleh masyarakat kepadanya. Apabila topeng ini dikenakan oleh manusia atau masyarakat atas dirinya secara berkelanjutan, maka hal ini akan menyebabkan hambatan pada lintasan jalan kesempurnaan. Oleh karena itu, dalam kekacauan dan kontradiksi antara kepribadian hakiki dan kepribadian lahiriahnya, manusia harus menyeimbangkan dirinya dan tidak membiarkan kepribadian masyarakat atau kepribadian buatannya mengalahkan kepribadian hakikinya.
3. Bayangan
Yang tak lain adalah dimensi kehewanan tabiat manusia, merupakan majemuk dari instink-instink negatif dan perasaan tak sesuai dan tak terpuji yang diwariskan oleh para leluhur manusia dan terkumpul dalam ketaksadaran sebagian manusia. Bayangan ini membantu perpecahan, pertikiaian, dan kubu-kubuan antara persoalan-persoalan yang tentu saja merupakan suatu persoalan yang penting untuk manusia, dengan syarat telah melakukan pemilihan dan tidak meletakkannya sebagai penghalang jalan kesempurnaan.
Faktor-faktor yang bisa menyebabkan pertumbuhan dan keluarbiasaan kepribadian atau anasir-anasir yang mendukung lintasan bertahap manusia ke arah kesempurnaan, menurut Yung di antaranya adalah:
1. Warisan Leluhur. Apa yang diwarisi oleh manusia dari leluhurnya dalam sepanjang sejarah dan telah mendapatkan tempat dalam ketaksadaran sebagian manusia.
2. Tujuan-tujuan hidup. Manusia tidak pernah merasa cukup dengan eksperimen, pengalaman dan informasi-informasi yang diperolehnya dari orang-orang terdahulu, dan mereka senantiasa memperhatikan harapan-harapan, cita-cita, serta impian-impian yang merupakan penggerak perilaku dan aktivitas-aktivitasnya.
3. Kekuatan hidup. Hal ini yang akan medorong manusia untuk melakukan aktivitasnya, dari masa kanak-kanak hingga masa tuanya. Dan semakin seorang manusia ke arah pertengahan usianya, kekuatan ini akan memiliki langkah yang semakin panjang ke arah kecenderungan dan akan semakin mendekatkan manusia ke arah kesempurnaan dirinya.
4. Tanda-tanda rahasia. Salah satu dari karakteristik manusia adalah bahwa ia akan menampakkan kecenderungan-kecenderungan, tujuan-tujuan dan harapan-harapannya dengan melalui tanda-tanda rahasia seperti hasil karya sastra, ketrampilan, lukisan, kata-kata, impian-impian dan sebagainya. Tanda-tanda ini menyebabkan terpakainya kekuatan hidup dan terlepasnya manusia dari tekanan-tekanan dn kekhawatiran-kekhawatiran. Menurut pendapat Yung, semakin seorang manusia berjalan ke arah kesempurnaan, dia akan semakin banyak mempergunakan tanda-tanda rahasia ini.
5. Prinsip kontradiksi atau dua kutub. Yung berpendapat bahwa manusia adalah sebuah maujud yang senantiasa berhadapan dengan persoalan-persoalan kontradiktif dan saling bertolak belakang satu sama lain, dan dalam kepribadiannya pun terdapat kecenderungan-kecenderungan yang saling berkontradiksi pula, seperti sublimasi dan depresi, kesadaran dan ketaksadaran, kecenderungan internal dan kecenderungan eksternal, kemajuan dan kemunduran, dan sebagainya, dan manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan yang saling kontradiksi ini terpaksa mengalami kekacauan internal dan tekanan yang tentunya persoalan-persolan ini dibutuhkan dupaya manusia melakukan gerak dan aktivitas untuk menghilangkannya dan pada akhirnya menemukan kemajuan.
Tanda-tanda Kesempurnaan Menurut Yung
Yung berkeyakinan bahwa manusia untuk mengetahui apakah ia akan mengambil langkah ke arah kesempurnaan ataukah tidak, dia harus memperhatikan dua poin berikut, yaitu jika dua tema di bawah ini diperoleh di dalam diri manusia, maka manusia akan melangkah ke arah kesempurnaan:
1. Manusia melangkahkan kakinya ke arah sublimasi bukan ke arah depresi.
2. Aksi psikologi manusia, yang antara lain : perasaan biasa, pemikiran, perasaan kasih sayang dan pandangan internal, yang keseluruhannya harus setara.
“Manusia dengan perasaan biasa dalam persoalan-persoalan riil, secara langsung akan merasakan dunia luar sebagaimana inderanya mengizinkannya, atau akan mengilustrasikannya dalam ketiadaan persoalan-persoalan tersebut, ketika dengan pemikiran ia ingin memahami substansi alam dan substansi dirinya, maka ia akan berargumentasi; ia akan memperoleh nilai segala sesuatu dengan perasaan kasih sayang, dan akhirnya ia akan mengaksidenkan kondisi-kondisi pasifnya seperti kegembiraan atau kesedihan, kedekatan atau kebencian, ketakutan, kasih sayang, kemarahan dan bagian-bagiannya, ia memiliki kecenderungan dengan pandangan internalnya meskipun dengan mengesampingkan perasaan, pemikiran dan realitas, ia memahami persoalan dengan cara menemukan dan memahami realitas mereka. Keempat aktifitas atau aksi psikologi ini senantiasa ada dan pada seluruh individu memiliki tingkat kekuatan yang tidak sama, bahkan biasanya salah satu dari keempat aksi ini memiliki kekuatan yang lebih banyak dan memberikan peran yang lebih berpengaruh dalam kesadaran, oleh karena itulah sehingga hal tersebut kita namakan sebagai aksi dominan. Tiga aksi lainnya yang kekuatannya paling sedikit dari yang lainnya, kita aksi lemah. Aksi ini adalah depresi dan memiliki tempat tersendiri dalam ketaksadaran manusia yang kemudian akan ditampakkan dalam bentuk khayalan-khayalan serta mimpi-mimpi. Keempat aksi ini jika keseluruhannya memiliki kekuatan dalam tingkat yang sama, maka tidak ada lagi aksi yang lemah maupun aksi yang kuat, akan tetapi keadaan semacam ini akan hanya ditemukan dalam diri manusia ketika ia telah mendapatkan aktifitas yang sempurna, yaitu kepribadian dari sisi perkembangan seluruh potensi-potensi dzati dan ketenangan hati mereka telah sampai pada batas kesempurnaan, dan ini adalah sesuatu yang secara prinsip bisa diterima. Gabungan keseimbangan aksi-aksi dan keterhubungannya dengan kesempurnaan insaniyyah merupakan sebuah tujuan yang dicari oleh kepribadian dan paling tidak hanya bisa didekati dengan perbedaan.
Menurut Yung, manusia yang telah memperoleh kesempurnaan adalah manusia yang kepribadiannya telah berkembang. Manusia seperti ini akan mengenal dirinya dengan baik, dan akan memberikan perhatian kepada titik-titik lemah dan titik-titik kuat dalam dirinya dan dia akan berusaha untuk menghilangkan kelemahan serta kekurangan-kekurangannya. Dan ia tidak akan mengesampingkan satupun dari dimensi-dimensi kepribadiannya dan tidak akan membiarkan seluruh dimensi-dimensi kepribadiannya berada di bawah dominasinya.
b. Pencarian Kesempurnaan Menurut Adler
Alfred Adler adalah salah satu dari psikolog yang memberikan perhatian terhadap dimensi sosial manusia, dan dalam psikologinya yang bernama individual psikologi ia memfokuskan pandangannya pada faktor-faktor psikologi dan sosial secara bersama-sama.
Salah satu prinsip paling penting yang menjadi basis pemikiran Adler adalah masalah pencarian kesempurnaan manusia yang dia namakan sebagai pencarian yang lebih baik. Menurut pendapat Adler kecenderunganlah yang menjadi motivasi paling asasi dalam diri manusia dimana hal ini muncul dari perasaan lemah yang dimilikinya, karena manusia sejak masa kanak-kanaknya senantiasa merasakan dirinya sebagai sosok yang lemah dan tak berdaya, dan ia berusaha untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Tentunya pencarian yang lebih baik ini bukan dalam arti pendominasian atas lainnya atau adanya tuntutan untuk menjadi pemimpin, melainkan kemanunggalan pemberian terhadap kepribadian dengan maksud mengaktualkan potensi-potensi dzati. Pencarian yang lebih baik merupakan faktor asasi yang menguatkan dimensi sosial manusia dimana seluruh kebutuhan-kebutuhan manusia pun bersumber dari pencarian yang lebih baik ini.
Kebertujuan Perilaku Manusia
Adler berkeyakinan bahwa perilaku manusia terbentuk berdasarkan pada tujuan dan maksudnya. Yaitu setiap manusia memiliki tujuan akhir dimana dia senantiasa melakukan perjalanannya ke arah tersebut. Tentu saja tujuan-tujuan tersebut mungkin saja ada dalam bentuk realitas, khayalan atau imajinasi. Yaitu mungkin saja bisa terwujud atau mungkin juga tidak bisa terwujud, dan tujuan-tujuan serta kesempurnaan yang sesuai bagi manusia pada umumnya berakar dari norma-norma mazhab, aturan-aturan akhlak atau juga berakar dari teori-teori dan pendapat-pendapat filosofis. Bagaimanapun, tujuan-tujuan ini apapun juga dan dari manapun juga munculnya akan mendorong manusia untuk bergerak dan berusaha sehingga mampu mengeluarkan manusia dari kelemahan-kelemahannya dan memperoleh kesempurnaan wujudnya. Adler berkeyakinan pada hal berikut bahwa seseorang yang bertujuan bisa melepaskan dirinya dari pengaruh harapan-harapan imajinasi dan khayalannya lalu berhadapan dengan realitas. Dan pada dasarnya tanda-tanda keselamatan ruh seseorang adalah bahwa dalam lintasan pencariannya yang lebih baik ia tidak mau menerima setiap tujuan yang tidak sesuai dan ia akan berdiri tegak dalam menghadapinya.
Metode Kehidupan dan Kelayakan Diri
Adler sepakat bahwa meskipun prinsip pencarian yang lebih baik atau dengan perkataan kita kecenderungan terhadap kesempurnaan bisa ditemukan pada seluruh manusia, akan tetapi ini bukanlah merupakan sebuah alasan bahwa seluruh manusia memiliki satu tujuan yang sama dan untuk terhubung dengannya pun bisa menggunakan satu metode khas yang sama pula, melainkan dikarenakan faktor-faktor jasmani, psikologi dan sosial, setiap individu manusia meletakkan tujuannya masing-masing dan mereka pun akan berusaha untuk mendapatkan tujuannya tersebut dengan cara khasnya sendiri.
Prinsip pencarian yang lebih baik yang bisa dikatakan merupakan induk dari motivasi-motivasi lainnya, akan menggerakkan manusia ke arah tertentu dan mendorongnya untuk beraktifitas. Cara dan metode khas yang berbeda dalam setiap individu ini oleh Adler disebut sebagai “metode kehidupan”. Penyebab dari perbedaan ini adalah karena di dalam mereka selain terdapat perasaan kerendahan dan pencarian yang lebih baik yang dimiliki oleh semuanya, terdapat pula tiga faktor lainnya yaitu faktor jasmani, psikologi dan sosial. Dengan kata lain struktur badan dan perbuatan anggota-anggotanya, sifat-sifat dan potensi-potensi ruh dan interaksi-interaksi sosial dalam setiap individu memiliki bentuk yang khas dan bentuk khasnya ini digunakan untuk menggantikan perasaan rendah diri dan untuk melakukan pencarian yang lebih baik, yaitu untuk menentukan metode kehidupannya.
Metode kehidupan yang diambil oleh Napoleon sang penuntut kemenangan-lah mungkin yang telah menyebabkan kemenangan kecil baginya, bisa jadi pula tuntutan kebahagiaan dan perbuatan-perbuatan liar yang dilakukan oleh Agha Muhammad Khan Qacar–lah telah menjadi alasan penyembelihannya, dan mungkin ketamakan Hitler untuk menguasai dunia telah menyebabkan ketaksempurnaan jenisnya.
Kandungan yang terdapat pada tujuan setiap manusia dalam pencarian yang lebih baik senantiasa berbeda dengan tujuan manusia lainnya. Motivasi ini akan membimbing manusia yang satu pada perolehan informasi lalu mengarahkannya pada posisi tinggi keilmuan, sedangkan pada satunya lagi akan mendorongnya untuk menjadi olahragawan sebagai pemenang di bidang misalnya angkat beban, aerobik, dan lain-lain. Seorang ilmuwan yang melakukan pengkajian dan observasi dan mempunyai kegemaran dalam menyusun, maka dia akan mengatur bagian-bagian kehidupan keluarganya, waktu-waktu istirahat dan interaksi-interaksi dengan teman, kerabat dan aktivitas-aktivitas sosialnya sesuai dengan tujuan pencarian yang lebih baik dalam bidang keilmuan atau sastranya, seseorang yang menyukai politik maka dia akan menerapkan metode kehidupannya dalam bentuk yang lain, dan demikianlah seterusnya.
Menurut pendapat Adler hal lainnya yang menjadi faktor penentu dalam metode kehidupan setiap individu adalah kelayakan dari individu yang bersangkutan, karena perilaku manusia tidak hanya muncul dari kebutuhan-kebutuhan instink, keturunan dan kondisi masyarakat, melainkan di dalam kepribadian manusia tersembunyi unsur-unsur lain yang bernama kelayakan diri yang menyebabkan kelayakan dan kecakapan dalam perilaku dan perbuatan manusia, dan factor inilah yang menjadi penyebab sehingga metode kehidupan individu yang satu berbeda dengan metode kehidupan individu yang lainnya.
c. Pencarian kesempurnaan Menurut Goldstain
Goldstain adalah salah satu dari psikolog yang berpendapat bahwa wujud manusia adalah tunggal universal dan ia juga berkeyakinan bahwa organisme senantiasa beraktifitas secara tunggal, bukan karena rangkaian dari bagian dan perpecahan antara sesama, dengan ibarat lain, meskipun ia terdapat pada satu bagian dari wujud manusia, namun ia tetap akan memberikan pengaruhnya pada seluruh organism manusia dan akan ditemukan dalam bentuk refleksi.
Menurut pendapatnya motivasi paling asasi dalam organism manusia adalah pengembangan diri dimana seluruh kebutuhan-kebutuhan manusia bersumber dari kecenderungan ini.
“Pengembangan diri merupakan kecenderungan pencipta dan pembentuk tabiat manusia, pada dasarnya hal ini bisa dikatakan sebagai satu-satunya motivasinya. Seluruh motivasi-motivasi seperti kelaparan, hasrat seksual, keingintahuan, menuntut kekuasaan dan bagian-bagiannya, seluruhnya berasal dari tujuan dan sasaran asli kehidupan, yaitu dari kecenderungan alami untuk menghilangkan ketaksempurnaan dan kekuarangan; dan apa yang berada dalam diri manusia ada dalam bentuk potensi, seperti bunga yang menguncup akan bisa terbuka, mekar berkembang dan mengaktual. Manusia yang lapar akan menghilangkan kekurangannya dengan memakan makanan dan manusia awam yang tak berpengetahuan pun akan melakukan hal ini dengan menimba ilmu, yaitu kebutuhannya untuk menghilangkan kekurangan bisa dipenuhi dengan ilmu, dengan demikian tempat bagi orang yang tak berpendidikan akan diambil alih oleh orang yang berpendidikan.”
Sekali lagi, motivasi asli aktualisasi manusia muncul dari perasaan kekurangan atau kecenderungannya untuk menghilangkan kekurangan tersebut. Aktualisasi ini –yang digunakan untuk memenuhi atau menghilangkan kekurangan- disebut dengan pengembangan diri. Karena individu manusia saling berbeda dari sisi harapan-harapan, tujuan-tujuan, potensi-potensi dzat, demikian juga dari sisi kebudayaan dan sosial, maka bagaimana cara dia mengembangkan diri pun akan saling berbeda.
Salah satu dari poin asasi yang diuraikan oleh Goldstain dalam kaitannya dengan lintasan ke arah kesempurnaan atau dengan istilahnya pengembangan diri yang menjadi titik perhatian adalah perkataannya yang menyatakan bahwa untuk melakukan perkembangannya, organism manusia memilih lingkungan yang bermanfaat untuk mengarahkannya ke arah kesempurnaan, akan tetapi kadangkala terjadi, faktor-faktor dan kondisi lingkungan dan eksternal dengan tekanan-tekanan dan aksi-aksinya akan menjadi penghalang bagi pengembangan diri dan hal ini akan menghambat manusia untuk terhubung ke tujuannya, di sini harus pula diperhatikan kondisi dan situasi lingkungan serta kondisi sosial, karena bisa jadi jalan untuk pengembangan diri telah terhalang atau dengan pembentukan kondisi yang sesuai akan menyebabkan keterhubungan kepadanya.
d. Pencarian Kesempurnaan Menurut Moslow
Moslow pun sebagaimana Goldstain adalah salah seorang pendukung teori organism yang menganggap wujud manusia adalah tunggal universal dan pengembangan diri merupakan salah satu dari kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling asasi.
Pendapat Moslow mengenai tema ini bisa dipahami dari pertanyan-pertanyaan dan jawaban-jawaban yang diutarakannya.
Tanya: Apa saja yang bisa dikatakan sebagai sesuatu yang baik?
Jawab: Segala sesuatu yang sampai pada pertumbuhan, penampakan dan perkembangan serta memperoleh aktualisasi tabiat pertama manusia dan apa yang berada dalam potensinya.
Tanya: Apa saja yang bisa dikatakan sebagai sesuatu yang buruk?
Jawab: Segala sesuatu yang menciptakan penghalang atau hambatan di hadapan perkembangan alami manusia atau menjadi sebab ketakmampuannya.
Tanya: Apa saja yang memiliki sifat tak baik secara psikologi?
Jawab: Segala sesuatu yang menghambat perjalanan perkembangan, menjadi problem atau menyimpangkan dan menyesatkan manusia dari lintasannya yang benar.
Tanya: Apa yang disebut dengan psikologi pengobatan?
Jawab: Segala cara yang digunakan oleh manusia untuk kembali berada pada lintasan pertumbuhan dan perkembangan diri dan memberikan peluang kepada kemampuan-kemampuan dan sifat-sifat alaminya untuk sampai pada tahapan memanifestasi dan berkembang.
Karakteristik dan Sifat Pengembangan Diri
Salah satu dari persoalan yang dianalisa oleh Moslow dalam kaitannya dengan pengembangan diri adalah memilih sebagian dari hal-hal yang menurutnya teratur dan telah sampai pada tingkatan pengembangan diri lalu dia menganalisa sifat-sifat mereka yang berbeda. Untuk tujuan yang dimaksudkannya ini dia memilih orang-orang seperti Roosevelt, Bethoveen, dan Einstein.
Menurut pandangannya sifat-sifat terpenting yang terdapat pada orang-orang yang telah sampai pada tingkat pengembangan diri antara lain adalah:
• Orang-orang dari kelompok ini memiliki perhatian kepada realitas dan mereka akan memberikan pandangan positifnya secara cepat terhadap selainnya.
• Mereka melihat dirinya, orang-orang lain serta alam luar sebagaimana realitas yang ada, dan bukan memandangnya sesuai dengan keinginan dan seleranya.
• Perilaku mereka jantan dan alami, bisa dikatakan tidak sesuai dengan etika dan formalitas yang biasa.
• Perhatian mereka mengikuti tema yang menjadi fokus perhatian, dan tidak pada diri mereka sendiri. Mereka juga tidak terlalu memberikan perhatian pada masalah internal dan pikiran mereka bekerja pada persoalan-persoalan luar.
• Kadangkala mereka terlihat seperti berada di alam lain, mampu mengambil jarak dari selainnya, kadangkala pula mereka membuat dirinya sedemikian membutuhkan kesendirian. Tidak memiliki ketergantungan sempurna dengan yang lain dan mampu menyibukkan dirinya sendiri.
• Bebas, mandiri dan menyandarkan diri pada dirinya sendiri.
• Kodrat dan kedudukan yang dimiliki oleh orang-orang dan benda-benda bagi mereka adalah tidak permanen dan tidak senada, melainkan senantiasa mengalami pembaharuan (Terbitnya matahari meskipun telah beberapa kali tetap memiliki keindahan seperti ketika pertama kali dilihat)
• Kadangkala seperti urafa yang tenggelam pada dirinya sendiri dan seakan tidak mengetahui alam luar.
• Tidak membedakan antara dirinya dengan selainnya. Menyukai kebahagiaan dan keberuntungan sesamanya.
• Kedekatan dan keakraban mereka tertuju pada orang-orang yang terbatas. Kasih sayang dan keakraban mereka kepada sahabat-sahabat pilihan sangat serius dan mendalam.
• Penilaian mereka lebih mereka tekankan pada segala sesuatu yang berdimensi demokratik, sedangkan kondisi kekayaan, kedudukan sosial atau keturunan tidak akan memberikan pengaruh pada penilaian mereka.
• Mereka tidak salah dalam membedakan antara perangkat dan alat untuk sampai ke tujuan dengan tujuan itu sendiri. Memegang prinsi etika, sebuah prinsip yag mungkin berbeda dengan yang diterima oleh masyarakat umum.
• Kebercandaan mereka memiliki dimensi filosofi. Lelucon-lelucon konyol dan emosional tidak akan mampu membuat mereka tertawa. Mereka menghindarkan diri dari mengucapkan lelucon-lelucon buatan, melainkan mereka akan tertarik dengan keindahan-keindahan lelucon yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
• Memiliki begitu banyak potensi untuk kecakapan dan penemuan-penemuan baru.
• Menampakkan pertahanan dalam menghadapi adab dan kebiasaan-kebiasaan yang diterima masyarakat, dan pada dasarnya mereka bergerak melawan arus.
Pencarian Kesempurnaan Menurut Al-Quran
Pada sebagian dari ayat-ayat al-Quran mengisyarahkan pada pencarian kesempurnaan. Ayat-ayat tersebut antara lain:
“Hai manusia, sesungguhnya kamu menuju kepada Tuhan-mu dengan kerja dan usaha yang sungguh-sungguh, maka kamu pasti akan menjumpai-Nya.“ (Qs. Insyiqaq: 6)
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhan-mu dengan hati yang puas lagi diridai. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.“ (Qs. Fajr: 27-30)